Tuhan… Tinggallah Bersama Kami - Refleksi Minggu III Paskah 30 April 2017

Author | Minggu, 30 April 2017 10:30 | Dibaca : : 2447
Ilustrasi Ilustrasi

Bacaan Injil :  Lukas 24:13-35

Banyak dari kehidupan kita adalah rangkaian perubahan. Beberapa di antaranya dipaksakan pada kita, yang lain dipilih secara bebas. Kita memutuskan, misalnya, pindah ke kota atau ke pinggiran kota yang baru, mencari pekerjaan baru, mengganti mobil lama kita dengan model baru, melakukan diet, mendaftarkan anak-anak di sekolah yang berbeda, atau mendukung kegiatan amal tertentu. Ketika kita membuat keputusan seperti itu, kita biasanya berharap bahwa perubahan akan berhasil, dan bahwa hidup kita akan jauh lebih baik dan lebih bahagia. Tetapi hal-hal itu tidak selalu berjalan sesuai rencana. Kita mengenal sebuah pepatah bijak mengatakan seperti ini : 'Manusia berusaha tetapi Tuhan yang menentukan!' Terkadang, semua usaha kita untuk mengubah situasi menjadi lebih baik hanya membawa kegagalan dan frustrasi, kekecewaan dan penyesalan.

Inilah yang terjadi pada kedua murid dengan wajah sedih yang kita jumpai di dalam Injil hari ini. Dengan ketulusan hati mereka sebelumnya telah menanggapi undangan Yesus untuk menjadi teman dan rekan kerja. Mereka telah belajar dari-Nya banyak hal tentang arti hidup. Mereka telah membagikan karya-Nya tentang pengajaran dan penyembuhan. Mereka telah menikmati perlindungan-Nya dan melakukan banyak hal baik kepada orang lain. Bersama dengan pengaruh Yesus yang semakin luas, mereka telah dipenuhi dengan harapan akan dunia yang lebih baik - sebuah dunia yang mencintai keadilan, kedamaian, dan kegembiraan bagi semua orang.
Namun sekarang, semua itu tiba-tiba berakhir, karena dalam beberapa hari terakhir, Yesus, Pemimpin dan Guru terkasih mereka, telah ditangkap, diadili, dijatuhi hukuman, disiksa dan dibunuh. Saat ini mereka merasa bahwa tanpa kehadiran-Nya, inspirasi dan bimbingan-Nya, dukungan dan dorongan-Nya, mereka tidak dapat melanjutkan misi menciptakan dunia baru itu. Jadi, kekecewaan mereka pada kenyataannya adalah tentang nasib Yesus sehingga mereka benar-benar memutuskan untuk meninggalkan komunitas pengikut-Nya, Gereja. Inilah apa yang mereka lakukan saat kita menjumpai mereka dalam Injil hari ini. Perlahan tetapi pasti mereka berjalan menjauh dari itu semua. Perlahan tetapi pasti mereka menempatkan Yerusalem dan murid-murid lain semakin jauh di belakang mereka. Kita mendapati mereka malah menuju desa Emaus, kira-kira tujuh mil jauhnya, dengan harapan bisa memulai di sana babak baru kehidupan mereka.

Tetapi saat mereka berjalan dengan susah payah di sepanjang jalan, dengan mata sayu dan bahu mereka membungkuk, mereka tidak sanggup untuk berbicara banyak tentang semua hal yang telah terjadi. Dalam situasi harapan yang pupus dan mimpi yang hancur itu, tiba-tiba Yesus bergabung dengan mereka, meskipun pada awalnya mereka tidak mengenali-Nya. Kali ini Yesus kembali memasuki kehidupan mereka, tidak lagi sama seperti Yesus dari Nazaret, tetapi sebagai Tuhan Yang Bangkit dan berkuasa. Mereka menjawab setiap pertanyaan-Nya dengan sangat jelas dan lengkap berdasarkan fakta-fakta Kitab Suci dan apa yang telah terjadi pada Yesus. Mereka menambahkan bahwa mereka bahkan mendengar berita bahwa Dia hidup. Mereka mengetahui semuanya, namun mereka tidak tahu bagaimana cara menghubungkan semua yang telah terjadi pada Yesus dan apa yang dikatakan Kitab Suci. Mereka sangat membutuhkan Yesus untuk menjelaskan kepada mereka dari Kitab Suci bahwa Mesias akan mencapai kemenangan dan kemuliaan hanya melalui beratnya jalan penderitaan. Penjelasan Yesus itu sangat mengesankan dan mempengaruhi mereka sehingga kemudian kita temukan mereka berkata satu sama lain : 'Bukankah hati kita berkobar-kobar, ketika Ia berbicara dengan kita di tengah jalan, dan ketika Ia menerangkan Kitab Suci kepada kita?'

Sekarang matahari terbenam dan mereka sudah sampai di tempat tujuan. Yesus berpura-pura melanjutkan. Mereka sangat menikmati kebersamaan dengan-Nya selama perjalanan sehingga mereka meminta-Nya untuk tinggal bersama mereka. Dia dengan ramah menerima undangan mereka. Di meja makan, Dia yang adalah tamu mereka justru menjadi tuan rumah mereka. Dia mengambil roti, mengucapkan berkat, memecah-mecahkan roti itu, dan memberikannya kepada mereka. Sama seperti yang dia lakukan pada Perjamuan Terakhir! Pada saat itulah mereka mengenali-Nya.

Hati mereka tergerak oleh pertemuan dengan Yesus yang bangkit dari kematian, sehingga kemudian mereka membalikkan keputusan mereka sebelumnya. Mereka berbalik dan berjalan kembali untuk bergabung dengan murid-murid lain di Yerusalem. Mereka pulang ke Gereja yang baru mereka tinggalkan.

Dalam beberapa tahun terakhir telah terjadi perubahan besar pada citra dan reputasi Gereja. Beberapa orang telah berjuang untuk memahami apa yang telah terjadi, bagaimana dan mengapa. Yang lainnya telah menyangkal tentang dosa, kelemahan dan luka Gereja. Yang lain telah dengan berani berjalan melalui semua itu, sambil bekerja lebih keras untuk menjadi lebih lebih baik, lebih otentik. Beberapa yang lain, patah hati, baru saja pergi dari Gereja, mungkin secara permanen.

Apa yang kita semua butuhkan pada masa-masa sulit dan kecewa ini adalah iman yang lebih kuat, iman yang lebih kuat akan kehadiran Tuhan yang Bangkit ke dalam Gereja-Nya, dan yang terus bertindak melalui Roh-Nya, diri kedua-Nya yang kedua. Kita membutuhkan iman, harapan dan cinta yang yang lebih kuat, terutama saat kita berkumpul dalam Ekaristi untuk merayakan kehadiran-Nya di tengah-tengah kita. Tuhan yang Bangkit sekarang bersama kita di sini, sekarang ini, dengan cara yang sesuai dengan kehadiran-Nya kepada murid-murid-Nya dalam perjalanan ke Emaus. Dia ada di sini di tengah kebersamaan kita. Dia ada di sini saat Ia menceritakan kisah-Nya dan kisah kita dalam bacaan dan homili. Dan sebentar lagi Ia akan berada di sini di antara kita, di dalam diri kita dalam santapan rohani roti dan anggur Ekaristi kita. Kita memandang-Nya, baik sebagai tuan rumah maupun makanan kita, untuk terus memberdayakan kita pada tahap selanjutnya dalam perjalanan hidup kita.

Akhirnya, 'Tinggallah bersama kami,' harus menjadi doa kita kepada-Nya secara terus-menerus. Semoga kita menyambut-Nya di antara kita, kemudian, dengan kepercayaan dan cinta, dan dengan pikiran, hati, dan kehidupan kita, terbuka terhadap cinta-Nya yang kuat! Semoga kita memeluk-Nya saat Ia mendatangi kita dengan kekuatan besar-Nya dan lengan penuh kasih sayang yang terentang!

Salam Passion.

 

“Semoga Sengsara Yesus Kristus Selalu Hidup di Hati Kita”

 

P.Avensius Rosis,CP

Ditahbiskan menjadi imam dalam Kongregasi Pasionis pada 18 Agustus 2009 di Gereja Katedral Jakarta. Februari 2016 - Juli 2017 berada di Melbourne, Australia. Sekarang bertugas mendampingi para Novis Pasionis di Biara Santo Gabriel dari Bunda Berdukacita, Batu, Malang. | Profil Selengkapnya

www.gemapasionis.org | Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.

Leave a comment