Sebuah Salib untuk Dipikul

Author | Rabu, 22 Februari 2017 20:35 | Dibaca : : 3642
Perayaan Ekaristi Kaul Kekal tiga Frater Pasionis di Holy Cross Centre, Templestowe, Melbourne, Australia. Perayaan Ekaristi Kaul Kekal tiga Frater Pasionis di Holy Cross Centre, Templestowe, Melbourne, Australia. Foto : Dokumentasi Pribadi

Salam passion dan salam persaudaraan buat sahabat-sahabatku, para pencinta Kristus Tersalib!

Pada hari Sabtu, 18 Februari 2017 telah dilaksanakan Perayaan Ekaristi Kaul Kekal tiga Frater Pasionis di Holy Cross Centre, Templestowe, Melbourne, Australia. Ketiga Frater yang mengikrarkan kaul kekal ini dua berasal dari Papua New Guinea (Provinsi Roh Kudus Australia) dan satu berasal dari China (Provinsi Para Martir Korea). Perayaan Ekaristi Kaul Kekal dipimpin oleh P. Thomas McDonough, CP (Provinsial Provinsi Roh Kudus Australia) dan P. Sugun Paul Mary Kang, CP (Provinsial Provinsi Para Martir Korea). Pada kesempatan ini saya ingin membagikan terjemahan bahasa Indonesia dari refleksi yang disampaikan P.Tom dalam homili pada perayaan ekaristi kaul kekal itu. Semoga berkenan dan selamat menikmati!

Dua minggu terakhir ini ada dua momen yang benar-benar penting bagi saya. Dua minggu yang lalu saya merayakan ulang tahun ke-50 kaul saya sebagai Pasionis dan hari ini merayakan kaul kekal ketiga saudara kita yang berbahagia ini.

Saya mengikrarkan kaul pertama sebagai Pasionis hanya 10 hari setelah ulang tahun saya yang ke-18. Saat itu saya masih muda, tampan, idealis dan romantis. Saya berpikir bahwa tidak ada yang terlalu sulit yang Tuhan minta, tidak ada pengorbanan yang akan terlalu besar untuk saya jalani, tidak ada beban yang akan menjadi terlalu berat untuk dipikul. Saat itu, dengan sepenuh hati saya hanya ingin memikul salib dan mengikuti Sang Guru di sisa hidup saya. Tentu saja saya tidak tahu apa yang saya lakukan, dan tentu Tuhan memberi saya apa yang saya minta –dan itu adalah sebuah salib untuk dipikul - .

Ketika saya melihat kembali semua hal yang terjadi selama 50 tahun ini, ada dua hal yang paling berkesan.

Pertama, seberapa mudah dan seberapa sering saya mengambil kembali hidup yang telah saya berikan; kadang-kadang perlahan, sedikit demi sedikit. Saya ingin mengumpulkan kembali hal-hal yang telah saya berikan, saya ingin mengambil kembali sesuatu sebagai balasan dari apa yang telah saya berikan.

Saya ingin memastikan bahwa saya akan mendapatkan apa yang saya pikirkan dan merasa layak untuk mendapatkannya. Kadang-kadang saya membutuhkan penegasan dari  seseorang untuk mengetahui apa yang saya lakukan dan mengatakan seberapa baiknya saya. Saya ingin mencari berkat atau pujian, pengakuan atau penghargaan.

Kadang-kadang saya membiarkan hidup ini semua tentang saya! Saya membiarkan diri dalam ketidaksabaran atau marah atau frustrasi dengan orang-orang yang tidak setuju dengan saya.
Kadang-kadang ada keengganan atau bahkan penolakan untuk pergi atau menjadi atau melakukan atau tinggal pada apa pun yang tidak sesuai dengan saya. Saya selalu ingin memiliki hal-hal dengan cara saya atau sesuai prinsip saya.

Tetapi ulang tahun ke-50 profesi religius saya mengingatkan saya bahwa hidup bukan tentang membuat janji, ini tentang menjaga janji-janji itu. Saya sudah membuat janji, lagi dan lagi.

Kaul-kaul, sebagai salah satu jalan imamat bermaksud untuk mengatakan, seperti kopi, membuat segar setiap pagi.

Hal kedua ketika saya merenungkan tentang beban, pengorbanan, kesulitan dan tantangan, saya menemukan bahwa beban tidak harus berat, bahwa pengorbanan tidak harus berdarah dan menyakitkan, bahwa jalan berbatu tidak perlu terlalu kasar, bahwa ketika dalam ketidaktahuan di masa muda saya, saya berjanji kepada Tuhan dengan seluruh hidup saya - apapun artinya dan berapapun harganya, pada akhirnya tidak penting sama sekali dan apa yang berarti adalah cinta yang memungkinkan saya menarik dan melepaskan nafas setiap waktu.

Pasionis memiliki spiritualitas tentang penderitaan.
Ada dua risiko yang bisa terjadi dalam hidup kita, pertama, kita begitu mengagungkan hal itu, kedua, kita terlalu meremehkan hal itu.

Di satu sisi kita membayangkan bahwa tidak ada tentang hidup, tetapi tentang penderitaan
Semua khotbah kita adalah tentang kehancuran, rasa sakit dan kegelapan kita.
Kita juga mengajak orang untuk menahannya dan memeliharanya, mengambil rasa sakit, memolesnya dan kembali hidup.

Atau di sisi lain kita menyajikan salib dan penderitaan sebagai penangkal instan yang membuat rasa sakit berlalu. Kita membangun jembatan, bergerak, mendapatkan lebih dari itu dan meninggalkannya.

Ada Halleluya, tentu saja ada. Tetapi halleluya datang setelah pengorbanan dan harga yang mahal. Yesus dapat melewati lautan penderitaan, tetapi tidak dengan menjentikkan jari-jarinya.

St Paulus dari Salib menetapkan kaul pertama pasionis adalah kenangan akan Salib.
Dia mengundang kita untuk masuk lebih dalam ke dalam misteri Sengsara dan menemukan ada cinta terukir di sana.

Ya, ada penderitaan. Tetapi ketika kita memasukinya dengan mata dan hati kita yang berpusat pada Yesus, Sang Tersalib, apa yang kita temukan adalah cinta yang membuat segala sesuatu menjadi mungkin.

Paulus dari Salib sering berbicara dalam surat-surat dan khotbah-khotbahnya tentang penderitaan yang kita alami dalam kehidupan ini. Dia menyebutnya lautan sengsara, samudera penderitaan, lautan besar dari luka-luka Yesus, lautan sengsara suci Yesus dan penderitaan Maria.

Paulus dari Salib berbicara tentang  perahu tanpa layar atau dayung yang babak belur oleh angin, tergoncang oleh kekuatan gelombang dan lumpuh oleh ketakutan. Ia juga mengungkapkan ngerinya lautan penderitaan dunia ini dan lautan dari rasa sakit yang dialami manusia saat ini.

Namun, ia tidak berhenti pada titik penderitaan itu. Ia mengatakan bahwa ketika kita menempatkan kepercayaan mutlak pada Allah, ketika kita meletakkan diri kita ke tangan Allah yang penuh kasih, ketika kita menyerahkan diri dan percaya kepada Dia yang mengarahkan perahu, maka apa pun yang kita temukan juga adalah samudra cinta,
lautan besar cinta, samudera tak terbatas Kebaikan Ilahi, lautan cinta yang tak berujung dan Jurumudi yang aman akan memandu perahu kita ke pelabuhan.

Paulus dari Salib tidak pernah mengatakan bahwa pengorbanan dan penyerahan diri ini akan mudah, ia tidak pernah mengatakan akan membuat rasa sakit hilang, tetapi ia mengatakan bahwa jika kita berpegang teguh dengan segenap kekuatan kepada Yesus yang tersalib, jika kita memusatkan perhatian dan hati kita kepada salib Kristus, kita akan menemukan diri kita tenggelam dalam lautan luas dan samudera tak terbatas dari kasih Allah.

Seperti Rasul Paulus berkata : "Aku telah disalibkan dengan Kristus; namun aku hidup, tetapi bukan aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku" (Galatia 2:20) dan “Aku telah memutuskan untuk tidak mengetahui apa-apa diantara kamu selain Yesus Kristus, yaitu Dia yang disalibkan". (1 Korintus 2:2).

Itulah panggilan kita sebagai Pasionis, itulah yang ketiga saudara kita ikrarkan hari ini selama sisa hidup mereka. Berpegang teguh pada Yesus Tersalib, - apapun yang terjadi, - berapa pun harganya, - kemana pun itu mengarah, - untuk terpikat semata-mata pada Yesus Tersalib, - untuk meninggalkan diri mereka sendiri sehingga benar-benar masuk dalam tangan Tuhan yang penuh kasih.

Memelihara dan menghidupi kenangan akan Sengsara, itu bukan tentang apa yang kita lakukan, atau apa yang kita wartakan. Itu adalah tentang siapa kita, itu adalah tentang apa yang kita hidupi. Kita membiarkan diri kita diubah oleh cinta sehingga kita menjadi cinta dan setiap kita adalah gambaran Yesus Tersalib.

Ketiga pemuda pasionis ini maju mengikrarkan kaul kekal mereka malam ini karena mereka telah terpesona dan terpikat oleh cinta yang mereka saksikan di kayu Salib. Mereka mengikrarkan kaul kekal malam ini karena mereka ingin memiliki Yesus di setiap bagian dari hidup mereka, mereka ingin memberi dan tidak menahan apapun .... selamanya.

Untuk kita semua yang hadir di sini malam ini juga, ketiga pemuda pasionis ini mengikrarkan kaul mereka. Ketika kita menyaksikan mereka menyerahkan diri secara total, ini merupakan hadiah luar biasa dari diri mereka sendiri untuk kita.

Ingatlah, mereka melakukan ini untuk kita.

Dan ingatlah selalu, mereka melakukan ini untuk kita

Akan tetapi, mereka tidak dapat melakukannya tanpa kita.

Sebab, karena kitalah mereka melakukan ini.

 

Salam Passion…!!!

P.Avensius Rosis,CP

Ditahbiskan menjadi imam dalam Kongregasi Pasionis pada 18 Agustus 2009 di Gereja Katedral Jakarta. Februari 2016 - Juli 2017 berada di Melbourne, Australia. Sekarang bertugas mendampingi para Novis Pasionis di Biara Santo Gabriel dari Bunda Berdukacita, Batu, Malang. | Profil Selengkapnya

www.gemapasionis.org | Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.

Leave a comment